TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan menargetkan rancangan aturan baru untuk operasional kendaraan roda dua berbasis aplikasi, atau ojek online, bisa rampung pada Maret mendatang. Penyusunan beleid baru yang direncanakan berupa Peraturan Menteri Perhubungan itu melibatkan dua penyedia aplikasi di Indonesia, GoJek dan Grab, juga para mitra pengemudinya.
Simak: Cara Kemenhub Mengakomodir Kepastian Hukum dan Bisnis Ojek Online
Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Syafrin Liputo, mengatakan lembaganya sudah menyusun draft berisi 14-15 pasal. "Kami susun dari invetaris masalah yang paling urgent terkait ojek online, selanjutnya dilempar ke forum," katanya kepada Tempo di Jakarta Pusat, Kamis 10 Januari 2019.
Tanpa merincikan, Syafrin memastikan kementerian terbuka terhadap masukan, atau bahkan penolakan terhadap rancangan pendahuluan tersebut. Menurut dia, pembahasan bisa dikebut hingga bulan depan. Ada pula tim khusus yang disaring dari berbagai asosiasi pengemudi untuk ikut merumuskan isi aturan baru. Langkah itu diyakini meredam penolakan saat aturan mulai diberlakukan.
"Kami kejar setidaknya akhir Februari 2019 bisa uji publik, dan Maret benar-benar diterapkan," tuturnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya menyatakan akan mengatur ojek daring dengan pendekatan diskresi alias pengambilan keputusan sendiri. Pasalnya, operasional moda baru tersebut masih berjalan tanpa payung hukum. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sempat mengganjal pembuatan aturan, karena tak mengakui kendaraan roda dua sebagai transportasi umum.
Dengan diskresi yang tertuang dalam sejumlah pasal pada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kementerian berhak merumuskan peraturan untuk mengatasi persoalan publik, terkait kegiatan yang belum memiliki payung hukum.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, mengatakan beleid baru berfokus pada empat aspek, mulai dari keselamatan dan kenyamanan operasional, skema pembekuan akun, tarif, hingga pola kemitraan bisnis ojek online. "Kami tak menjadikan mereka angkutan umum, tapi hanya agar poin-poin terpenting ini diatur," katanya.
Dia tak menutup kemungkinan isi aturan akan melebar ke kebutuhan lain, seperti penyediaan shelter khusus ojek daring, penentuan batasan kuota, bahkan pengaturan ojek non-aplikasi. Pemberlakuannya pun akan diberi periode transisi, agar bisa diadopsi regulator daerah.